Rabu, 24 Agustus 2011

KAMU ADALAH GARAM DUNIA

Kamulah Garam Dunia
Matius 15:13

Ayat ini berkata bahwa kita adalah garam dunia. Kalau kita digambarkan sebagai ‘garam’ itu tidak berarti bahwa kita harus sama dengan garam dalam segala hal. Ini sama seperti kalau saudara mengatakan kepada seseorang ‘kamu itu seperti babi’. Tentu saudara hanya menyamakan dia dengan babi dalam hal-hal tertentu, bukan dalam segala sesuatu. Demikian juga kalau kita digambarkan sebagai ‘garam’. Jangan mengambil persamaan yang salah, yang bertentangan dengan ayat-ayat lain dalam Kitab Suci, misalnya garam larut kalau kena air, jadi kalau hujan kita boleh bolos ke gereja. Kalau makanan terlalu banyak garam rasanya jadi tidak enak, jadi sebaiknya dunia ini jangan terlalu banyak orang Kristen.
Lalu dalam hal apa kita harus sama seperti garam?

1. Garam itu Berfungsi Untuk Mengawetkan atau Mencegah Kebusukan.
Pada jaman di mana belum ada kulkas / freezer, maka garam penting sekali baik bagi pemburu maupun nelayan untuk mengawetkan daging binatang buruan/ikan, karena garam bisa mencegah pembusukan. Jadi kalau dikatakan bahwa kita adalah garam dunia, maka artinya adalah bahwa kita harus mencegah dunia dari kebusukan rohani. Kita bisa melakukan hal itu dengan memberitakan Injil kepada dunia. Dan Pemberitaan Injil itu harus disertai dengan kesaksian hidup yang baik dan dengan doa. Tujuannya adalah membawa orang kepada Kristus, karena Kristus adalah satu-satunya jalan ke surga (Yoh 14:6; Kis 4:12; 1 Yoh 5:11-12).
Saya ingin tekankan tentang ‘memberitakan Injil’. Apa artinya? Arti yang salah dari memberitakan Injil adalah apa yang disebut sebagai “Social Gospel” (Injil Sosial). Ini banyak dalam kalangan gereja Protestan, di mana aktivitas pemberitaan Injil dilakukan dengan mengunjungi tempat-tempat yang dilanda bencana alam, yatim piatu, dsb, dan apa yang mereka lakukan di sana hanyalah memberikan bantuan sosial. Orang-orang yang dibantu senang, tetapi tetap tidak bisa mengenal Kristus, dan mereka akan masuk ke neraka pada saat mereka mati. Juga arti yang salah lainnya adalah bahwa Yesus ditekankan sebagai pemberi berkat jasmani, penyembuh, pembuat mujizat, penolong dalam kesukaran duniawi. Ini banyak dalam kalangan Pentakosta / Kharismatik.
Memberitakan Injil yang benar, mencakup menyatakan dosa, menyatakan keadilan Allah / hukuman dosa, khususnya neraka, memberitakan Yesus sebagai Allah yang menjadi manusia, yang lalu mati di salib sebagai pengganti manusia berdosa/untuk memikul hukuman manusia berdosa, mendorong orang itu untuk mau percaya kepada Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamatnya dan menjelaskan hubungan iman dengan pertobatan dari dosa. Inilah memberitakan Injil yang benar.
Kalau kita memberitakan Injil dan orang yang kita injili itu mau datang kepada Kristus, maka ia akan dicegah dari pembusukan secara rohani. Dulu Saulus adalah orang yang sedang membusuk. Tetapi setelah bertobat, ia menjadi Paulus, orang yang hidup bagi Tuhan dan berguna untuk Tuhan.

2. Garam Mengenakkan Makanan.
Bagaimanapun pandainya seseorang memasak, kalau tidak ada garam, makanan menjadi hambar dan tidak enak. Jadi, garam mengenakkan makanan.
Kita adalah garam dunia. Artinya kehadiran kita harus mengenakkan orang-orang di sekitar kita. Mereka harus merasa senang dengan kehadiran kita. Ini bisa kita lakukan dengan mengasihi/menolong orang-orang di sekitar kita, mentaati dan menghormati orang tua, menghibur orang yang kesusahan, dll. Tapi semua ini tentu ada batasnya, yaitu kita tidak boleh melakukan sesuatu yang menyenangkan orang tetapi bertentangan dengan Firman Tuhan. Contohnya mengantar orang ke dukun, memberi tahu jawaban soal waktu ulangan/ujian, membelikan orang rokok, dll.
Hal lain yang harus kita ingat adalah bahwa hidup orang Kristen yang bagaimanapun baiknya tidak selalu menyenangkan orang dunia. Tuhan Yesus sendiri, yang hidupnya suci murni dan penuh kasih, tidak disenangi oleh banyak orang. Pada waktu kita memberitakan Injil, menegur dosa dan sebagainya, kita bisa mendapatkan permusuhan / kebencian (bdk. Gal 4:16 1Pet 3:13-14).

3. Garam Mempengaruhi, Bukan Dipengaruhi.
Kalau garam dimasukkan ke dalam makanan, garam menjadikan makanan itu asin. Jadi garam mempengaruhi makanan. Karena itu, kalau kita adalah garam dunia, maka kita harus mempengaruhi orang dunia, dan bukan sebaliknya, orang dunia yang mempengaruhi kita (band. Rom 12:2). Apakah saudara mempengaruhi dunia atau dipengaruhi oleh orang dunia? Misalnya dalam soal rokok, minuman keras, ecstasy dan sebagainya, apakah saudara berani berkata ‘tidak!’ kalau ditawari? Kalau saudara diajak berzinah, apakah saudara bisa menolak dengan tegas? Kalau teman-teman di sekolah menyontek, dan saudara diajak, bisakah saudara menolak? Kalau dunia menggunakan ‘jam karet’ / suka datang terlambat, apakah saudara juga demikian? Sebaliknya, apakah saudara bisa mempengaruhi orang-orang di sekitar saudara dalam hal pergi ke gereja, membaca atau belajar Firman Tuhan, berdoa, melayani Tuhan? Berbuat baik, seperti menolong orang? Rajin belajar dan bekerja dengan baik? Ketundukan atau hormat kepada orang tua, kesetiaan kepada isteri /suami?
Kalau ketiga hal tersebut di atas tidak ada di dalam hidup kita, kita menjadi garam yang tawar, yang tidak berguna (ay 13).
Mari kita jadikan hidup kita sebgai Garam yang dapat mengawetkan, mengenakkan (menyenangkan), dan dapat mempengaruhi (mengubah) seseorang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar